Oleh Silahudin
KEBERADAAN guru, sulit untuk kita ingkari sebagai orang yang telah berjasa. Begitu pentingnya peran dan fungsinya dalam mencerdaskan manusia, dan menanamkan nilai-nilai, serta budaya terhadap anak didik.
Martinis Yamin (2013:64) menjelaskan “di lembaga pendidikan guru menjadi orang pertama, bertugas membimbing, mengajar, dan melatih anak didik mencapai kedewasaan”.
Sementara dalam kenyataannya, ragam pendapat dan sorotan terhadap guru dengan persoalan yang dihadapinya mulai soal kesejahteraan, kualitas guru, dan termasuk soal sebaran guru yang masih timpang.
Dalam kaitan dengan kesejahteraan guru, harus diakui kini sudah mulai baik dibanding 10 tahun sebelumnya, di antaranya dengan tunjangan sertifikasi guru. Namun, hal itu bukan berarti persoalan selesai. Dalam pengelolaan guru pada dasarnya masih terhambat oleh persoalan pemenuhan kuantitatif beban kerja jam mengajar guru 24 jam dalam seminggu.
Titik persoalannya, beban kerja guru cenderung tidak tercapai atau terpenuhi, meskipun tidak semua guru demikian.
Hal itu terjadi terutama terkait masih adanya penumpukkan guru di wilayah-wilayah perkotaan di setiap provinsi.
Timpangnya pemerataan
Pengelolaan guru selama ini menjadi tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi, persoalannya tidak seimbang alias timpang di semua daerah. Ada yang kelebihan dan ada yang kekurangan guru di setiap provinsi dan kabupaten/kota pada masing-masing tingkat sekolah.
Pengelolaan guru merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota (lihat UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen pasal 24 ayat (1, 2, 3, dan 4)
Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan guru secara merata di semua polosok daerah untuk menjamin keberlangsungan pendidikan di semua tingkat pendidikan (sekolah).
Persoalan yang masih mengganjal dalam hal distirbusi guru antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), tampak belum maksimal. Soal koordinasi hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, di satu sisi acapkali diiringi sok kuasa daerah merasa “memiliki” kewenangan seiring dengan alam otonomi daerah. Di sisi lain, pemerintah pusat nyaris tidak berdaya dalam penempatan guru-guru di setiap daerah, padahal dibayar APBN.
Sejatinya harus ada satu visi pemahaman bersama antara pemerintah pusat dan daerah dalam penempatan, pengangkatan, dan bahkan pemindahan guru. Hal itu dilakukan dalam kerangka pemerataan kualitas pendidikan untuk semua dengan distribusi guru yang berkeadilan.
Oleh karena itu pemetaan kelebihan, dan kekurangan guru pada semua daerah patut dilakukan sebagai bahan evaluasi penempatan dan pemindahan guru agar terpenuhinya baik terkait dengan beban kerja guru maupun dalam peningkatan kualitas pendidikan yang merata.
Terjaminnya pendidikan
Keterjaminan pendidikan untuk masyarakat secara niscaya tidak bisa diabaikan oleh pemerintah. Pelayanan untuk menjamin perluasan akses, dan peningkatan mutu pendidikan nasional, sudah menjadi keharusan pemerintah menyediakan tenaga-tenaga pendidik pada semua tingkat sekolah.
Pementingan pengangkatan, penempatan bahkan pemindahan guru merupakan bagian integral dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional di seluruh pelosok daerah nusantara. Oleh karena sudah jelas dalam Pasal 25 UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 74/ 2008 tentang Guru, Pasal 58 ayat (1, 2, dan 3), dan Pasal 59, terkait dengan kesanggupan guru dalam menjalani tugas profesinya sebagaai guru.
Guru-guru yang sudah diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah, secara prinsip tidak bisa menolak penempatannya dimanapun. Oleh karena terkait “kontrak kerja” siap ditempatkan di wilayah nusantara (liihat UU No. 14 / 2005 Pasal 28, PP No. 74/2008 Pasal 62).
Setelah proses pengangkatan, penempatan dan pemindahan guru dalam menjalankan tugas profesinya, apabila guru tersebut tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya dapat dibebastugaskan dengan hormat dan tidak dengan hormat (lihat Pasal 30 UU 14/2005).
Dalam PP No. 74/2008, terkait sanksi adalah Guru yang tidak dapat memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
Kondisi lapangan
Guru sebagai tenaga professional seperti dijelaskan perundang-undangan, secara niscaya harus memiliki kualitas akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani (PP No. 74/2008 Pasal 2 dan 3).
Apakah semua daerah sudah terpenuhi sarana prasarananya, termasuk keberadaan guru? Apakah sebarannya benar-benar sudah memenuhi prinsip keadilan, yakni merata di semua daerah?
Terkait pengelolaan guru baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), atau dilakukan bersama-sama, sejatinya secara ideal sudah tidak ada kekurangan, dan kelebihan guru sebarannya di masing-masing setiap daerah.
Akan tetapi pada kenyataannya, masih terjadi penumpukan guru di satu daerah tertentu, dan di sisi lain justru amat banyak daerah kekurangan guru. Dalam Data Roadmap Manajemen ASN dan Perencanaan Formasi Tahun 2014, dijelaskan bahwa penyebaran guru di tiap daerah di Indonesia tidaklah merata.
Kelebihan dan kekurangan guru untuk setiap jenjang pendidikan mulai Taman Kanak-Kanak (TK), kekurangan guru sebanyak 10 kabupaten/kota dan 8 provinsi, sedangkan kelebihannya sebanyak 389 kabupaten/kota dan 33 provinsi.
Di tingkat Sekolah Dasar (SD), kekurangan guru 418 kabupaten/kota dan 34 provinsi, sedangkan kelebihannya 59 kabupaten/kota dan 24 provinsi. Di Sekolah Menengah Pertama (SMP), kekurangan guru sebanyak 353 kabupaten/kota dan 33 provinsi, kelebihannya 119 kabupaten//kota dan 27 provinsi.
Sementara di sekolah menengah atas (SMA), kekurangan guru sebanyak 177 kabupaten/kota dan 31 provinsi, sedangkan kelebihannya 316 kabpaten/kota dan 33 provinsi.
Pengelolaan guru membutuhkan perhatian lebih khusus, agar permasalahan penyebaran dan penempatannya di tiap daerah merata, tidak domplang seperti sekarang ini.
Guru merupakan profesi yang mulia dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Keberadaannya baik dalam meningkatkan kualitas diri maupun kesejahteraannya sesungguhnya harus menjadi perhatian khusus pemerintah.
Sumber: tulisan ini dimuat HU Galamedia, Jum’at, 6 Februari 2015